This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Rabu, 25 Mei 2022

Edupreneurship dan Enterpreneurship Education


Edupreneurship merupakan bagian dari entrepreneurship yang unik di bidang pendidikan. Entrepreneurship adalah usaha kreatif atau inovatif dengan melihat atau menciptakan peluang dan merealisasikannya menjadi sesuatu yang memiliki nilai tambah (ekonomi, sosial, dll). Entrepreneurship di bidang sosial disebut sosiopreneurship, di bidang edukasi disebut edupreneurship, di internal perusahaan disebut interpreneurship, di bidang bisnis teknologi disebut teknopreneurship (Ikhwan Alim, 2009).


Oxford Project, (2012) menjelaskan edupreneurship adalah sekolah-sekolah yang selalu melakukan inovasi yang bermakna secara sistemik, perubahan transformasional, tanpa memperhatikan sumber daya yang ada, kapasitas saat ini atau tekanan nasional dalam rangka menciptakan kesempatan pendidikan baru dan keunggulan. Dua pengertian tersebut mengandung makna yang berbeda. Dalam pengertian pertama, edupreneurship lebih banyak berorientasi pada profit yang banyak memberi keuntungan finansial. Definisi kedua lebih umum yaitu semua usaha kreatif dan inovatif sekolah yang berorientasi pada keunggulan.


Edupreneurship digerakkan oleh kepala sekolah sebagai pemimpin dan manajer di sekolah. Pemimpin sekolah yang menjadi edupreneurs adalah seorang yang mampu mengatur dan mengelola sebuah lembaga sekolah dengan inisiatif, inovasi dan resiko. Untuk menjadi seorang pemimpin edupreneur maka ada beberapa perilaku yang harus dimiliki seperti: (1) bertindak sebagai agen perubahan; (2) memimpin tanpa pamrih; (3) membawa budaya baru yang diharapkan dengan penuh keyakinan; (4) mendukung pengambilan risiko dan belajar terus menerus; (6) bersedia berinvestasi dan memanfaatkan sumber daya yang ada bahkan ketika sumber daya langka-pun pemimpin juga mau berinvestasi (Oxford Project, 2012).


Edupreneurship merupakan terobosan perubahan dalam bidang pendidikan untuk tidak sekadar menghasilkan lulusan dalam kuantitas besar setiap periodenya, melainkan menghasilkan lulusan yang berkualitas, bermutu, dan punya daya saing tinggi untuk memberikan kontribusi positif dan bermanfaat bagi banyak orang (Assingkily & Rohman, 2019)


Pembelajaran kewirausahaan SMK diimplementasikan dalam berbagai bentuk metode pembelajaran berbasis produksi dan bisnis antara lain: Teaching FactoryTeaching IndustryHotel TrainingIncubator Unit, dan Business Center di sekolah. Metode pembelajaran berbasis produksi dan bisnis dirancang dalam rangka untuk meningkatkan kualitas pembelajaran kewirausahaan melalui wahana belajar sambil berbuat (learning by doing).


Pendidikan Kewirausahaan adalah usaha terencana dan aplikatif untuk meningkatkan pengetahuan, intensi/niat dan kompetensi peserta didik untuk mengembangkan potensi dirinya dengan di wujudkan dalam prilaku kreatif, inovatif dan berani mengelola resiko. (Ade Suyitno : 3)

“pendidikan kewirausahaan merupakan upaya menginternalisasikan jiwa dan mental kewirausahaan baik melalui institusi pendidikan maupun institusi lain seperti lembaga pelatihan, training dan sebagainya”. Agus Wibowo (2011: 30)

Pendidikan kewirausahaan mampu membekali peserta didik dengan berbagai kompetensi kewirausahaan yang nantinya akan membawa manfaat yang besar dalam kehidupannya. Mohammad Saroni (2012: 45) mengatakan “pendidikan kewirausahaan adalah program pendidikan yang menggarap aspek kewirausahaan sebagai bagian penting dalam pembekalan kompetensi anak didik”.

Pendidikan kewirausahaan dirancang untuk menanamkan kompetensi, keterampilan dan nilai-nilai yang diperlukan dalam mengenali peluang bisnis, mengatur dan memulai usaha baru (Brown dalam Prince Famous Izedonmi dan Chinonye Okafor, 2010). Kompetensi yang diperoleh peserta didik tidak hanya sebatas kompetensi untuk menjual barang ataupun jasa seperti mindset sebagian besar masyarakat yang menganggap wirausaha hanya sebatas sebagai pedagang.

Penyelenggaraan kewirausahaan bidang pendidikan dilakukan dengan memperhatikan prinsip- prinsip yang tidak jauh berbeda dengan prinsip penyelenggaraan unit usaha, Rusnani dan Murdiyanto (2012) menjelaskan prinsip-prinsip penyelenggaraan unit usaha (produksi atau jasa) sebagai berikut:

1.    Diharapkan dapat meningkatkan mutu lulusan;

2.    Digunakan untuk meningkatkan kompetensi profesional guru dan siswa;

3.    Dilaksanakan untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya yang dimiliki sekolah;

4.    Dikelola secara profesional menganut pada prinsip manajemen bisnis;

5.    Tidak boleh menggangu kegiatan belajar mengajar;

6.    Menjadi sarana belajar dan bekerja (learning by doing) bagi semua warga sekolah.

7.  Dimanfaatkan untuk melaksanakan kegiatan belajar mengajar di sekolah dan               peningkatan  kesejahteraan warga sekolah;

8. Pembagian keuntungan hasil kegiatan diatur sesuai keputusan manajemen secara    profesional;

9. Digunakan sebagai salah satu ukuran keberhasilan sekolah dalam menjalankan fungsi menyiapkan tenaga kerja menengah.
Pengelolaan unit usaha apapun di sekolah harus dilakukan secara profesional dan independen mengacu pada prinsip manajemen berbasis sekolah (MBS). Ada 6 prinsip yang harus diperhatikan dalam mengelola unit usaha tersebut yaitu; (Depdiknas, 2007):








Sabtu, 21 Mei 2022

Penelitian Tindakan Kelas

 

| PTK |
Beberapa rumusan definisi PTK yang perlu dipahami.

1. Hopkins (1993): PTK adalah suatu bentuk kajian yang bersifat reflektif, yang dilakukan oleh pelaku tindakan untuk meningkatkan kemantapan rasional dari tindakan-tindakannya dalam melaksanakan tugas dan memperdalam pemahaman terhadap kondisi dalam praktik pembelajaran.

2. Kemmis dan Mc. Taggart (1998): PTK adalah studi yang dilakukan untuk memperbaiki diri sendiri, pengalaman kerja sendiri, yang dilaksanakan secara sistematis, terencana, dan dengan sikap mawas diri.

3. Rochman Natawijaya (1997): PTK adalah pengakajian terhadap permasalahan praktis yang bersifat situasional dan kontekstual, yang ditujukan untuk menentukan tindakan yang tepat dalam rangka pemecahan masalah yang dihadapi atau memperbaiki sesuatu.

4. Suyanto (1997): PTK adalah suatu bentuk penelitian yang bersifat reflektif dengan melakukan tindakan-tindakan tertentu agar dapat memperbaiki dan/atau meningkatkan praktik-praktik pembelajaran di kelas secara profesional.

5. Tim PGSM (1999): PTK adalah sebagai suatu bentuk kajian yang bersifat reflektif oleh pelaku tindakan yag dilakukan untuk meningkatkan kemantapan rasional dan tindakan mereka dalam melaksanakan tugas, memperdalam pemahaman terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan, serta memperbaiki kondisi di mana praktik pembelajaran tersebut dilakukan.

Dari kelima rumusan di atas dapat ditemukan kata-kata kunci yang terkait dengan PTK.

a. PTK bersifat reflektif. Maksudnya adalah PTK diawali proses perenungan atas dampak tindakan yang selama ini dilakukan guru terkait dengan tugas-tugas pembelajaran di kelas. Dari perenungan ini aka diketahui apakah tindakan yang selama ini dilakukan telah berdampak positif dalam pencapaian tujuan pembelajaran atau tidak.

b. PTK dilakukan oleh pelaku tindakan. Maksudnya adalah PTK dirancang, dilaksanakan, dan dianalisis oleh guru yang bersangkutan dalam rangka ingin memecahkan masalah pembelajaran yang dihadapinya di kelas. Kalaupun dilakukan secara kolaboratif, pelaku utama PTK tetap oleh guru yang bersangkutan.

c. PTK dilakukan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Maksudnya adalah dengan PTK ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas berbagai aspek pembelajaran sehingga kompetensi yang menjadi target pembelajaran dapat tercapai secara maksimal (efektif dan efisien).

d. PTK dilaksanakan secara sistematis, terencana, dan dengan sikap mengawas diri. Maksudnya adalah setiap langkah yang dilakukan dalam PTK harus dilakukan dengan terprogram dan penuh kesadaran sehingga dapat diketahui aspek-aspek mana yang perlu ditingkatkan dan diperbaiki demi ketercapaian kompetensi yang ditargetkan.

e. PTK bersifat situasional dan kontekstual. Maksudnya adalah PTK selalu dilakukan dalam situasi dan kondisi tertentu, untuk kelas dan topik mata pelajaran tertentu sehingga simpulan atau hasilnya pun hanya diarahkan pada konteks yang bersangkutan, bukan untuk konteks yang lain.

Prinsip dasar PTK menurut Kasihani (1999) dan Suyanto (1997) :

·     PTK berorientasi pada perbaikan pendidikan dengan jalan melakukan perubahan - perubahan yang dilaksanakan dalam tindakan-tindakan. Kesiapan guru untuk berubah merupakan syarat penting bila akan melakukan perbaikan.

·    Masalah yang diangkat dalam PTK harus merupakan masalah yang memang ada, faktual, menarik, dan layak untuk diteliti. PTK sebaiknya dimulai dari hal-hal yang sederhana dan nyata Dengan demikian siklus dimulai dengan yang kecil sehingga perencanaan, pelaksanaan tindakan, pengamatan, dan refleksi menjadi lebih jelas.

·    Metodologi yang  digunakan  dalam  PTK  harus  tepat  dan  terpercaya  Bila metodologinya tepat akan memberi peluang bagi guru untuk memformulasikan hipotesis  tindakan  dan  mengembangkan strategi  yang  dapat  diterapkan  di kelasnya. Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap persoalan yang diajukan dalam PTK.

·    PTK merupakan  proses  sistematik,  terukur,  dan  objektif  yang  memerlukan kemampuan  dan keterampilan  intelektual.  Pada  saat  proses  penelitian,  maka peneliti dituntut berpikir kritis yaitu mulai menentukan masalah, perencanaan tindakan baik yang bersifat teoritik maupun praktis, kemudian dijabarkan dalam tindakan-tindakan. Sistematis artinya, setiap fenomena mempunyai keterkaitan   dengan fenomena   lain.   Terukur   artinya,   setiap   hasil penelitian dijelaskan dengan indikator maupun ukuran tertentu. Obyektif artinya, berdasarkan pada keadaan sesungguhnya dan tanpa intervensi subyektivitas penulis

·     Topik yang dikembangkan berkenaan dengan efektivitas metode mengajar yang

·    digunakan oleh guru selama ini. Untuk guru SD adalah guru kelas, sedangkan guru SMP dan SMA adalah guru mata pelajaran, sedangkan guru SMK adalah guru kejuruan.

·    PTK tidak hanya menyajikan kecenderungan metode mengajar guru berdasarkan pada kelas dan mata pelajaran, tetapi juga merefleksikan kemampuan guru dalam menulis karya ilmiah sebagai bagian dari peningkatkan profesionalisme guru.

Menurut Stringer (1996) terdapat 6 prinsip penelitian tindakan kelas. Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut.

1. PTK Tidak Boleh Mengganggu Tugas Mengajar

Sebagai seorang guru yang pekerjaan utamanya adalah mengajar, seyogyanya PTK yang dilakukan tidak mengganggu komitmennya sebagai pengajar. Ada dua hal penting terkait dengan prinsip ini.

·  Pertama, mungkin metode pembelajaran yang diterapkannya dalam PTK tidak segera dapat memperbaiki pembelajarannya, atau hasilnya tidak jauh berbeda dengan metode yang digunakan sebelumnya. Sebagai pertanggungjawaban profesional, seorang guru hendaknya selalu secara konsisten menemukan sebabnya, mencari jalan keluar terbaik, atau menggantinya agar mampu memfasilitasi para siswa dalam belajar dan meningkatkan hasil belajar secara lebih optimal.

·  Kedua, banyaknya siklus yang diterapkan hendaknya mengutamakan pada ketercapaian kriteria keberhasilan, misalnya pembentukan pemahaman yang mendalam (deep understanding) ketimbang sekadar menghabiskan kurikulum (content coverage), dan tidak semata-mata mengacu pada kejenuhan informasi (saturation of information).

2. Teknik Pengumpulan Data Sederhana

Teknik pengumpulan data tidak menuntut waktu dan cara yang berlebihan. Sedapat mungkin hendaknya dapat diupayakan prosedur pengumpulan data yang dapat ditangai sendiri, sementara guru tetap aktif sebagai mana biasanya. Teknik pengumpulan data diupayakan sesederhana mungkin, asal mampu memperoleh informasi yang cukup signifikan dan dapat dipercaya secara metodologis.

3. Metode Penelitian Jelas

Metodologi yang digunakan hendaknya dapat dipertanggung jawabkan yang memungkinkan Guru dapat mengidentifikasi dan merumuskan hipotesis secara meyakinkan, mengembangkan strategi yang dapat diterapkan pada situasi kelas, serta memperoleh data yang dapat digunakan untuk membuktikan hipotesis tindakannya.

Jadi, walaupun terdapat kelonggaran secara metodologis, namun PTK mestinya tetap dilaksanakan atas dasar taat kaidah keilmuan. PTK hakikatnya adalah penelitian eksperimen yang bernapaskan kualitatif.

4. Meneliti Untuk Menyelesaikan Masalah Pembelajaran

Masalah yang terungkap adalah masalah yang benar-benar membuat guru galau, sehingga atas dasar tanggung jawab profesional, dia didorong oleh hatinya untuk memiliki komitmen dalam rangka menemukan jalan keluarnya melalui PTK. Komitmen tersebut adalah dorongan hati yang paling dalam untuk memperoleh perbaikan secara nyata proses dan hasil pelayanannya pada siswa dalam menjalankan tugas-tugas kesehariannya dibandingkan dengan proses dan hasil-hasil sebelumnya. Dengan demikian, mengajar adalah penelitian yang dilakukan secara berkelanjutan dalam rangka mengkonstruksi pengetahuan sendiri agar mampu melakukan perbaikan praktiknya.

5. Harus Mensosialisasikan Pelaksanaan PTK

Pelaksanaan PTK seyogyanya mengindahkan tata krama kehidupan berorganisasi. Artinya, PTK hendaknya diketahui oleh kepala sekolah, disosialisasikan pada rekan-rekan guru, dilakukan sesuai dengan kaidah-kaidah keilmuan, dilaporkan hasilnya sesuai dengan tata krama penyusunan karya tulis ilmiah, dan tetap mengedepankan kepentingan siswa layaknya sebagai manusia.

6. Melibatkan Pihak Lain

Permasalahan yang hendaknya dicarikan solusinya lewat PTK hendaknya tidak terbatas hanya pada konteks kelas atau mata pelajaran tertentu, tetapi tetap mempertimbangkan perspektif sekolah secara keseluruhan. Dalam hal ini, pelibatan lebih dari seorang pelaku akan sangat mengakomodasi kepentingan tersebut.

 



Pembelajaran Berbasis Kerja (Work Based Learning)

 


     Pembelajaran berbasis kerja adalah semua pembelajaran yang terjadi sebagai hasil aktivitas di tempat kerja (Little, 2006)

  Digunakan sebagai terminologi di berbagai negara untuk program-program pada sekolah atau perguruan tinggi untuk memperoleh pengalaman dari dunia kerja (WBL Guide, 2002)

    Untuk para remaja agar siap dalam transisi dari sekolah ke dunia kerja untuk belajar realitas dunia kerja/pekerjaan dan menjadi siap untuk membuat pilihan yang tepat dalam pekerjaan (Paris & Mason, 1995)

     (Budi,TS, 2013: 13). Workbased learning merupakan suatu proses memperkenalkan, merancang, dan memberikan pengetahuan untuk dan di tempat kerja yang sesuai dengan keahlian di sekolah/ perpengajaran tinggi.

Raelin (2008:2) tiga elemen penting dalam pembelajaran berbasis kerja:

(1)    Dilihat dari belajar, sebagai hasil yang diperoleh dari teori dan tugas-tugas praktek yang dikerjakan.

(2)  Dilihat dari penciptaan dan pemanfaatan pengetahuan, sebagai suatu kegiatan yang menyatu, dimana kegiatan belajar tersebut menjadi pekerjaan setiap orang.

(3) Dilihat dari peserta didik, yang menunjukkan ketangkasan dalam belajar, yang membebaskan mereka bertanya dan berasumsi selama kegiatan praktek.

Allan (2003) karakteristik pembelajaran berbasis kerja, yaitu:

(a)     Pembelajaran terkait erat dengan kebutuhan.

(b)     Keterlibatan langsung dengan staff di semua tingkatan.

(c)     Pembelajaran kontektual di tempat kerja

(d)     Transfer belajar cenderung lebih cepat dan tinggi.

(e)     Fleksibilitas dalam hal waktu, tempat dan keterlibatan staff.

(f)      Tidak menghabiskan waktu dan biaya.

Manfaat Pembelajaran Berbasis Kerja

(WBL Guide, 2002).

1)   Manfaat bagi peserta didik

            a) Meningkatkan motivasi

     b) Mengembangkan tanggungjawab dan kematangan dengan penguatan sumberdaya manusia, keterampilan menyelesaikan masalah, kepercayaan diri, dan disiplin diri.

           c) Memberikan kesempatan untuk mengembangkan pilihan okupasi dalam pembuatan pendidikan dan pelatihan jangka panjang atau investasi masa depan.

            d) Menawarkan perencanaan organisasi pelatihan dalam pekerjaan dalam kondisi bisnis aktual.

            e) Mengembangkan keterampilan human relation melalui interaksi personal dalam setting pekerjaan.

            f) Menyediakan keterampilan profesional untuk membantu pembelajar membuat transisi dari sekolah ke bekerja.

            g) Meningkatkan kepedulian tanggungjawab sosial dan kemasyarakatan.

            h) Meningkatkan kemungkinan mendapatkan pekerjaan dan keahlian.

            i) Menambah sumber finansial.

            j) Mengurangi peluang risiko peserta didik tinggal kelas.

            k) Memberikan pendidikan teknis yang lebih dibanding yang diberikan sekolah.

            l) Membuat instruksi akademik lebih relevan dan aplikatif dalam pekerjaan.

2)   Manfaat bagi dunia industri/ DUDI:

                 a) Memperoleh calon pekerja yang lebih baik.

                 b) Mengurangi biaya pelatihan.

                 c) Memiliki fungsi skrening/seleksi pekerja bersama sekolah.

            d) Memberikan kesempatan untuk menilai pekerja sebelum diputuskan untuk dipekerjakan sebagai tenaga kerja penuh.

                 e) Mempersiapkan pekerja dengan rekam kehadiran yang lebih baik.

                 f) Menguji pengusaha untuk memperoleh pajak kompensasi.

           g) Memberikan pada para pekerja memperoleh gagasan-gagasan baru, pendekatan segar, dan antusiasme dalam bekerja.

                 h) Menawarkan masukan langsung dalam pendidikan dan latihan yang disedia-kan oleh pihak sekolah.

                 i) Meningkatkan image dan prestise dari industri dan atau bisnis diantara sesama pembelajar dan dengan komunitas.

3)   Manfaat bagi sekolah

                 a) Meningkatkan hubungan dan jaringan kerja dengan dunia usaha/industry.

                 b) Mengembangkan kemitraan diantara sekolah dengan komunitas.

                 c) Membuat kurikulum yang relevan dengan memperluas pengalaman di kelas dengan diintegrasikan antara teori dan praktik.

                 d) Gurumemperoleh informasi yang lebih baik dan peduli terhadap kecenderungan mutakhir dari dunia usaha/industri.

                 e) Membangun relasi publik yang positif, sehingga reputasi sekolah meningkat dan menarik para peserta didik baru.

                 f) Meningkatkan kualitas lulusan.

                 g) Menyediakan fasilitas pelatihan dunia usaha dan industri yang umumnya sulit untuk disediakan secara finansial oleh sekolah.

                 h) Menciptakan fleksibilitas kebutuhan individu peserta didik dengan tujuan

4)   Manfaat bagi komunitas

a) Meningkatkan prospek lulusan untuk tetap tinggal dalam komunitas.

b) Melibatkan komunitas dalam menemukan kebutuhan pelatihan yang cocok.

c) Membesarkan keberanian para anggota masyarakat muda untuk tetap peduli sekolah, hingga mengurangi problem komunitas dalam resiko drop out.

d) Menghasilkan warga masyarakat yang lebih bertanggung jawab dalam usia yang lebih awal. e) Mempromosikan hubungan yang lebih erat antara komunitas dengan sekolah.

Karakteristik Pembelajaran Berbasis Kerja:

      Boud & Solomon (2003: 4-7) mengemukakan ada enam karakteristik:

  1. Hubungan antara mitra/DUDI dengan institusi pendidikan secara khusus untuk membangun dan membantu pembelajaran.
  2. Peserta didik dilibatkan sebagai pekerja. Kebutuhan setiap peserta didik berbeda-beda dan berubah setiap waktu.
  3. Program dalam pembelajaran berbasis kerja mengikuti apa yang dibutuhkan di tempat kerja dan apa yang dibutuhkan oleh peserta didik.
  4. Level pendidikan dalam program dibangun setelah peserta didik memiliki kompetensi yang diakui.
  5. Dalam pembelajaran berbasis kerja, learning project yang dilakukan di tempat kerja, memberikan tantangan untuk memenuhi kebutuhan peserta didik di masa yang akan datang, dan perusahaan itu sendiri.
  6. Institusi pendidikan memiliki keluaran berdasarkan kesepakatan dalam program ini dengan menghargai standar dan level yang telah ditetapkan, berbeda dengan kursus konvensional, dalam pembelajaran berbasis kerja tidak ada silabus, inti materi, dan lainlain.

Harnist & Schnaufer (2007: 24) karakteristik pembelajaran berbasis kerja

1)      Pengetahuan dan keterampilan yang relevan diajarkan dengan memberikan tugastugas yang berisi unsur-unsur penting menyangkut pekerjaan yang dikenali oleh para pekerja.

2)      Pembelajaran melibatkan pengguna peralatan, perkakas, dan material yang benarbenar digunakan dalam proses produksi.

3)      Tugas-tugas dapat dilihat dan dipahami dalam konteks sistem dan proses kerja secara keseluruhan, dan dapat dihubungkan dengan hasil akhir.

4)      Aktivitas pembelajaran menghasilkan jasa atau produk riil yang dapat berguna bagi konsumen.

5)      Tugas-tugas pembelajaran adalah berurutan, bersifat pengembangan dan terintegrasi.

6)      Pembelajaran melibatkan aktivitas mandiri.

7)      Tempat belajar mencerminkan kondisi realistis dari tempat kerja dan konteks pekerjaan di mana keterampilan dan pengetahuan harus digunakan atau diterapkan.

Model-Model Pelaksanaan Pembelajaran Berbasis Kerja

1)      Apprenticesship

Pembelajaran yang mengintergrasikan pembelajaran di kelas dan di tempat kerja dengan waktu tertentu. Pendidikan sistem ganda ini menurut Wardiman (1978: 79) adalah suatu bentuk penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan keahlian kejuruan yang memadukan secara sistematik dan sinkron program-program pendidikan di sekolah dan program penguasaan keahlian yang diperoleh melalui bekerja langsung di dunia kerja, terarah untuk mencapai satu tingkat keahlian professional tertentu. Tujuannya: (1) menghasilkan tenaga kerja yang berkualitas, (2) memperkokoh link and match antara sekolah/kampus dengan dunia kerja, (3) meningkatkan efektivitas dan effisiensi proses pendidikan dan pelatihan tenaga kerja berkualitas, (4) memberikan pengakuan dan penghargaan terhadap pengalaman kerja sebagai bagian dari proses pendidikan.

2)      Intership

Pembelajaran yang dilakukan dengan cara mengirimkan peserta didik untuk beberapa minggu atau bulan dengan pekerjaan yang dipilih disesuaikan dengan kurikulum di sekolah atau di kampus.

3)      School Based Enterprise

Pembelajaran bagi peserta didik, di bawah pengawasan guru mengorganisasikan suatu usaha layanan di dalam sekolah atau kampus.  Tujuan diselenggarakannya unit produksi di sekolah adalah:

(1)  meningkatkan kualitas tamatan dalam berbagai segi terutama dalam hal pengetahuan dan keterampilan

(2)    sebagai sarana praktik kerja langsung bagi peserta didik

(3)   membantu pendanaan untuk pemeliharaan, penambahan fasilitas dan biaya-biaya pendidikan lainnya,

(4)    mengembangkan sikap mandiri dan percaya diri dalam pelaksanaan kegiatan praktik peserta didik

(5)     melatih keberanian mengambil risiko yang diperhitungkan

(6)  memberikan kesempatan kepada peserta didik dan guru untuk mengerjakan pekerjaan praktik yang berorientasi pasar

(7)     meningkatkan kreativitas peserta didik dan guru

(8)     menumbuhkan sikap profesional dan produktif bagi peserta didik dan guru.

4)      Co-operatif Education

Pembelajaran ini menghubungkan kegiatan kelas dengan dunia bisnis. Peserta didik mendapatkan pendidikan dan pelatihan di tempat kerja, tetapi tetap melaksanakan instruksi pembelajaran di sekolah.

5)      Job Shadowing

Pembelajaran yang memberikan pengalaman peserta didik ikut bersama karyawan (di tempat kerja) pada waktu hari-hari kerja (activities), yang memiliki kesamaan dengan magang.







 

Photo Galery

Prodmat 1
Prodmat 2
Prodmat 3
Prodmat 4
Prodmat 5