Dinamika PTK di Indonesia
Beberapa hal yang menjadikan Pendidikan Vokasi melakukan Revitalisasi SMK
a.
Amanah nawacita dan SDGs 2030
Sustainable
Development Goals 2030 menyatakan bahwa pada 2030 terjadi peningkatan pemuda
dan orang dewasa yang memiliki keterampilan relevan termasuk keterampilan
vokasi dan teknikal untuk bekerja dan berwirausaha.
b.
Pemenuhan 58 juta tenaga kerja
Ekonomi
Indonesia dengan peluang bisnisnya yang besar membutuhkan tenaga kerja dengan
keterampilan dan sikap kerja yang tepat. Perekonomian Indonesia memiliki
potensi yang sangat besar dengan kondisi yang relatif stabil. Pada tahun 2030,
Indonesia berpotensi untuk menjadi negara ke-7 dengan tingkat ekonomi terbesar
di dunia. Ini merupakan loncatan yang signifikan dari posisinya di peringkat
ke-16 pada tahun 2012.
c.
Memperbaiki struktur tenaga kerja
tersedianya sumberdaya manusia (tenaga kerja)
dalam jumlah memadai dan dengan keterampilan yang tepat bisa membuat Indonesia
menjadi tempat yang menarik bagi investasi yang bisa menggerakkan pembangunan
d.
Persaingan regional dan global
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) diharapkan
akan menjadi pendorong bagi perekonomian yang padat keterampilan (skill
intensive economies) karena banyak anggota ASEAN telah bergerak menuju produksi
dan ekspor yang pengerjaan serta teknologinya membutuhkan keterampilan dan
produktivitas yang tinggi. Pada tahun 2010 hingga 2025 diperkirakan akan ada
kenaikan permintaan pekerja terampil di kawasan ASEAN yaitu sekitar 41% atau
sekitar 14 juta orang. Separuh dari angka tersebut yang merupakan kebutuhan
Indonesia dan disusul oleh Filipina dengan kebutuhan pekerja terampil sebesar
4,4 juta orang. Sesuai dengan skenario MEA. Pada tahun 2025 di Indonesia akan
terjadi kenaikan peluang kerja sebanyak 1,9 juta (sekitar 1,3 % dari total
peluang lapangan kerja)
e.
Meningkatkan mutu, relevansi, dan efisiensi
Revitalisasi pendidikan vokasi dapat memanfaatkan
momentum Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yang
menegaskan bahwa pengelolaan SMK dikoordinasikan oleh pemerintah daerah
provinsi. Pengalihan kewenangan ini diperkirakan dapat menajamkan ketepatan pemenuhan
supply-demand tenaga kerja lintas kabupaten/kota.
Masyarakat Ekonomi Asean
(MEA)
Sesuai dengan penjelasan Pasal 15 Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Tahun 2003 yang menyebutkan bahwa : “SMK merupakan pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu. Pendidikan kejuruan mempunyai tujuan umum untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan peserta didik kepada Tuhan Yang Maha Esa dan mengembangkan potensi peserta didik agar memiliki akhlak mulia, pengetahuan dan wawasan kebangsaan yang luhur; serta mempunyai tujuan khusus yaitu menyiapkan peserta didik dengan pengetahuan, kompetensi, teknologi dan seni agar menjadi manusia produktif, maupun bekerja mandiri, mengisi lowongan pekerjaan yang ada di dunia usaha dan industri sebagai tenaga kerja tingkat menengah sesuai dengan kompetensi.”
Mengacu pada isi penjelasan pasal 15 Undang – Undang Sistem Pendidikan Nasional Tahun 2003 di atas, pendidikan kejuruan merupakan pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja di bidang tertentu. Namun sampai saat ini tujuan tersebut belum tercapai. Hal ini disebabkan karena sistem penyelenggaran pendidikan tidak sesuai dan sejalan dengan definisi peserta didik yang dijelaskan dalam pasal 15 Undang – Undang Sistem Pendidikan Nasional Tahun 2003.
Pengertian bonus demografi menurut para ahli
Beberapa tahun
terakhir istilah ini menjadi bahan perbincangan, khususnya bagi pemerintah
Indonesia dan para pakar. Berikut pengertian bonus demografi menurut para ahli.
1. Jimmy Ginting
(2016), menurutnya fenomena ini
adalah sebuah ledakan penduduk usia produktif yang kemungkinan akan terjadi di
Indonesia pada tahun 2020 hingga 2030.
2. Tifatul
Sembiring (Kominfo) mendefinisikan
demographic dividend sebagai suatu keadaan yang membawa keuntungan,
karena jumlah penduduk didominasi oleh individu-individu yang masih berada
dalam usia produktif.
3. Wongboonsin
(2003) mengartikan masa tersebut
sebagai keuntungan ekonomis yang disebabkan oleh menurunnya rasio
ketergantungan penduduk, sebagai hasil fertilitas dalam jangka panjang.
Bonus demografi
Indonesia diperkirakan terjadi pada tahun 2030 mendatang. Menurut Bappenas, pada tahun tersebut jumlah usia produktif yang
dimaksud bisa mencapai 64% dari total jumlah penduduk sekitar 297 juta jiwa.
Bonus demografi 2030 bisa menjadi momentum Indonesia untuk menjadi negara maju
karena berbagai keuntungan yang bisa didapat.
Namun di sisi
lain ternyata masa ini bisa hilang karena beberapa hal, salah satunya adalah
gaya hidup masyarakat Indonesia sendiri. Gaya hidup yang kurang sehat
memudahkan manusia di umur produktif mudah terkena penyakit. Karena inilah,
masa demographic dividend akan terhambat akibat kinerja mereka yang
kurang maksimal.
Jika dikaitkan
antara bonus demografi Indonesia dengan data yang diterbitkan oleh Badan Pusat
Statistik pada bulan Agustus 2016 dapat dikatakan bahwa persentase tenaga kerja
paling banyak adalah dari lulusan SMP kebawah, akibatnya banyak tenaga kerja
yang tidak terampil, sehingga dapat dimaklumi bila produktivitas tenaga kerja
Indonesia tertinggal dari Malaysia, Thailand, Filipina dan Cina (Bank Dunia
2014). Padahal berlakunya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) mulai akhir tahun 2015
akan menyebabkan peningkatan kebutuhan pekerja terampil serta menurunkan
kebutuhan pekerja tidak terampil. Maka pemerintah RI perlu melakukan
revitalisasi Pendidikan Vokasi yang utamanya adalah pencetak SDM yang terampil,
inovatif, dan siap kerja.
Sederhananya, pengertian bonus demografi itu sendiri adalah ledakan penduduk usia produktif (usia 15 - 65 tahun). Terkhusus Indonesia, kita diprediksi akan mendapatkan bonus demografi dalam rentang tahun 2020 - 2030. Di mana asumsi jumlah produktif berkisar 70 persen dibandingkan kelompok lainnya. Untuk diketahui, hari ini saja, usia produktif kita sudah melebihi 50 persen dari total penduduk. United Nation of Population Fund (UNFPA) menegaskan bahwa jika demographic devidend ini dapat dimanfaatkan maka akan berdampak positif bagi pertumbuhan ekonomi suatu bangsa, dengan kata lain berpengaruh positif terhadap pengurangan angka kemiskinan. Namun, jika tidak dipersiapkan, maka bencana sosial yang akan terjadi pada negara-negara yang mengalami ledakan populasi usia produktif ini. Hal senada disampaikan juga oleh Pemerintah Indonesia, dalam hal ini Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dalam menyikapi laju pertumbuhan penduduk yang setiap tahunnya sama dengan jumlah penduduk Singapura, yaitu 4,5 juta jiwa (dapat dilihat di sini). Menurut Surya Chandra Surapaty, angka laju pertumbuhan penduduk masih tinggi, yang seharusnya bisa ditekan ke angka 1,1 agar kualitas hidup dapat diselaraskan.
Menindaklanjuti Inpres No. 9 Tahun 2016, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan secara gamblang menginstrusikan untuk menyempurnakan dan menyelaraskan kurikulum SMK sesuai dengan kompetensi kebutuhan pengguna lulusan (link and match). “Link” dan “match” mengisyaratkan agar para lulusan mempunyai wawasan atau sikap kompetititf, seperti etika kerja (work ethic), pencapaian motivasi (achievement motivation), penguasaan (mastery), sikap berkompetisi (competitiveness), memahami arti uang (money beliefs), dan sikap menabung (attitudes to saving). “Link” dan “match” memerlukan perubahan kerangka pikir dari seluruh pelaksana pendidikan baik institusi pendidikan maupun staf pengajar harus pro aktif mengembangkan “link” dan “match” dengan dunia kerja.
Strategi Mengelola Bonus Demografi
1)
Strategi Pendidikan Dan
Latihan
2)
Strategi Ketenagakerjaan
Dan Pembangunan Sumberdaya Manusia
3)
Strategi Kependudukan,
Keluarga Berencana Dan Kesehatan
4) Strategi Jaminan Perlindungan Sosial
Strategi pengembangan pendidikan vokasi di Indonesia melalui revitalisasi pendidikan vokasi meningkatkan penyerapan lulusan di dunia usaha dan industri. Ada 3 hal yang menjadi dasar pemikiran pengembangan pendidikan vokasi yaitu :
a. Dimulai
dari SDM
REPUBLIKA.CO.ID,
Oleh : Dr. Misbah Fikrianto, MM, M.Si *)
Kondisi
persaingan dan perkembangan yang begitu cepat, membutuhkan kontribusi
pendidikan dalam menghasilkan sumber daya manusia yang unggul dan berdaya saing.
Pendidikan dijadikan sebagai kebutuhan dasar yang harus dipenuhi oleh
masyarakat. Salah satu indikator majunya suatu bangsa ditentukan dengan indeks
pengembangan kualitas sumber daya manusia, yang hasilnya didapat dari proses
pendidikan yang bermutu.
Rencana implementasi yaitu meningkatkan
kapasitas SDM pendidikan vokasi (guru, kepala sekolah, dosen, tendik, direktur). Pemerintah baru saja mengeluarkan
Instruksi Presiden nomor 9 tahun 2016 tentang Revitalisasi Sekolah Menengah
Kejuruan Dalam Rangka Peningkatan Kualitas dan Daya Saing Sumber daya Manusia
Indonesia. Dalam Inpres yang ditujukan kepada 12 Kementerian dan 1 Lembaga
menjadi momentum legalitas yang strategis untuk pengembangan pendidikan vokasi di Indonesia. Pendidikan vokasi menjadi
solusi untuk penciptaan sumber daya manusia yang berkompetensi, berdaya saing,
dan siap bekerja profesional.
b. Vokasi
harus dekat dengan realita pekerjaan
Menindaklanjuti Inpres No. 9 Tahun 2016,
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan secara gamblang menginstrusikan untuk
menyempurnakan dan menyelaraskan kurikulum SMK sesuai dengan kompetensi
kebutuhan pengguna lulusan (link and match). “Link” dan “match” mengisyaratkan
agar para lulusan mempunyai wawasan atau sikap kompetititf, seperti etika kerja
(work ethic), pencapaian motivasi (achievement motivation), penguasaan
(mastery), sikap berkompetisi (competitiveness), memahami arti uang (money
beliefs), dan sikap menabung (attitudes to saving). “Link” dan “match”
memerlukan perubahan kerangka pikir dari seluruh pelaksana pendidikan baik
institusi pendidikan maupun staf pengajar harus pro aktif mengembangkan “link”
dan “match” dengan dunia kerja. “Link” and “Match” dalam
Revitalisasi SMK diharapkan dapat menciptakan generasi penduduk usia produktif
siap kerja yang memiliki kompetensi keterampilan atau keahlian siap pakai yang
dibutuhkan perusahaan dan dunia industri.
c. Vokasi
tidak lagi dibedakan
Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) akan mengubah bentuk Politeknik menjadi
Universitas Terapan. Hal ini dilakukan sebagai salah satu bentuk reformasi
pendidikan di bidang vokasi.
Plt.
Direktur Jenderal Vokasi, Kemendikbud, Patdono Suwignjo menyebut, nantinya
politeknik akan berubah menjadi Universitas Terapan atau Universitas
Teknologi. Menurutnya dengan perubahan tersebut bisa menarik minat
lulusan SMA/K masuk Perguruan Tinggi Vokasi meningkat.
Arah pendidikan Vokasi Indonesia pada
intinya untuk mensinkronkan SMK penyedia tenaga kerja dengan industri penguna
tenaga kerja baik lokal, regional maupun global sehingga lulusan SMK dapat
terserap di industri dan membekali siswa SMK untuk berwirausaha dan sebagiannya
untuk melanjutkan sebagai tenaga pengajar SMK nantinya. antara lain :
a. Penguatan
manajemen dalam pengelolaan SMK oleh kemdikbudristek dengan memfokuskan adanya
dirjen vokasi
b. Penguatan
link and match antara SMK dengan industri (penyelarasan kurikulum, magang
siswa, magang guru, guru tamu industri, prakerin)
c. Pembekalan
keterampilan yang bersifat global dan kerjasama luar negeri.
d. Pengyuatan karakter kebekerjaan sesuai yang dibutuhkan industri
Sinergi antara pendidikan vokasi dan DUDI tentunya sangat dibutuhkan terutama dalam upayanya mempercepat kemajuan pembangunan nasional demi terciptanya lingkungan kolaboratif dan kondusif dan meningkatkan keterampilan tenaga kerja serta calon angkatan kerja. Tanpa sinergi yang baik, tentunya arah pendidikan vokasi Indonesia tidak akan pernah sampai pada tujuan utama, yakni memenuhi demand industri masa depan. Sementara itu dunia usaha dan dunia industri di Indonesia pun selamanya akan mendapatkan supply SDM yangkurang baik karena kualifikasi dan kompetensinya tidak sesuai dengan kebutuhan industri masa depan. Upaya Penguatan kerja sama antara pendidikan vokasi dengan DUDI dilakukan melalui rencana strategis tahun 2020-2024 dan diturunkan melalui implementasi program-program untuk kemitraan dan penyelarasan. Pada program kemitraan, terdapat empat target yang akan dicapai, yakni:
a.
penggunaan industri
sebagai training centre (TC);
b.
bergabungnya pelaku
industri dalam forum pengarah vokasi;
c.
bersandingnya industri
dengan pendidikan vokasi; dan
d. membuat instrumen standar
kelembagaan dan akreditasi yang berbasis pada kebutuhan industri.
Tujuan akhir dari pengembangan
pendidikan vokasi adalah terserapnya lulusan pendidikan vokasi di
industri-industri strategis. Di sisi lain, industri memiliki standar kompetensi
tertentu yang harus dipenuhi oleh lulusan pendidikan vokasi. Harmonisasi
hubungan antara industri dengan pendidikan vokasi ini dibangun melalui pola
kemitraan untuk membangun kepercayaan antara kedua belah pihak. Selama ini yang
terjadi adalah sistem pendidikan vokasi belum dapat menghasilkan lulusan yang
memenuhi persyaratan yang dibutuhkan oleh DUDI, dan juga pengembangan bidang
keahlian dan lembaga pelatihan vokasi belum sejalan dengan kebutuhan industri
dalam rangka untuk merespon kebutuhan pasar. Akibatnya jumlah lulusan
pendidikan vokasi yang tidak terserap dunia kerja kian bertambah. Tentunya, ini
akan memberi dampak negatif pada daya saing bangsa dan persentase penduduk yang
bekerja. ( rencana strategi).
Program
Revitalisasi yang dilaksanakan oleh SMK percontohan meliputi pengembangan dan
penyelarasan kurikulum dengan DUDI; inovasi pembelajaran yang mendorong
keterampilan abad 21; pemenuhan dan peningkatan profesionalitas guru dan tenaga
kependidikan; standarisasi sarana dan srasarana utama; pemutakhiran program
kerja sama industri; pengelolaan dan penataan lembaga; serta peningkatan akses
sertifikasi kompetensi. Perbaikan dan penyelerasan kurikulum SMK akan
memantapkan model kesesuaian dan keterkaitan (link and match) dengan DUDI.
Kurikulum dirancang dengan berorientasi pada penggabungan antara instruction
dan construction sehingga pendekatan utama dalam membentuk tahapan pembelajaran
yang mengacu pada fase pembelajaran di sekolah ataupun praktik di industri dan
berorientasi pada hasil proses pembelajaran yang diinginkan. Saat ini
pemerintah melakukan penyelarasan kurikulum SMK yang mencakup pengembangan SMK
4 tahun yang memiliki nama kompetensi dan standar kompetensi lulusan (SKL) yang
berbeda dengan SMK 3 tahun.
Dalam pelaksanaan
revitalisasi SMK, Kemendikbud bekerjasama dengan berbagai sektor, baik di
pemerintahan, dunia usaha dan industri, serta lembaga non pemerintah dalam dan
luar negeri. Selain Kemendikbud, Inpres nomor 9 tahun 2016 juga menugaskan
Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi; Kementerian Perindustrian,
Kementerian Ketenagakerjaan; Kementerian Kelautan dan Perikanan; Kementerian
Perhubungan; Kementerian Badan Usaha Milik Negara; Kementerian Energi dan
Sumber Daya Mineral; serta Kementerian Kesehatan. Sinergi antar pemangku
kepentingan mutlak diperlukan untuk mewujudkan kualitas SDM yang produktif dan
berdaya saing melalui pendidikan kejuruan dengan industri sebagai
penghelanya.
Potensi yang ingin digali dalam rangka
untuk memperkuat revitalisasi pendidikan vokasi antara lain:
a.
Dengan
adanya Inpres No 9 Tahun 2016 tentang Revitalisasi Pendidikan SMK, Kemendikbud
telah mempunyai arah yang jelas untuk melakukan revitalisasi SMK;
b.
Pengakuan
beberapa industri termasuk BUMN dan/atau BUMD terhadap pendidikan vokasi
sebagai pembeda dari Universitas;
c.
Meningkatnya
animo masyarakat untuk belajar tentang pendidikan vokasi;
d.
Ilmu
terapan lebih dapat langsung bekerja di DUDI dan lebih cepat untuk beradaptasi
dalam lingkungan dunia industri;
e.
Meningkatnya
kerjasama dan kemitraan dengan DUDI baik untuk SMK, Kursusdan Pelatihan dan
dengan Pendidikan Tinggi Vokasi;
f.
Meningkatnya
jumlah status Pendidikan Tinggi Vokasi menjadi PTNBH, BLU dan juga untuk SMK
menjadi BLUD;
g.
Meningkatnya
kompetensi dari Dosen/Guru/Instruktur untuk mendukung kebutuhan DUDI serta
perkembangan revolusi industri 4.0;
h.
Meningkatnya perbaikan kualitas sarana
prasarana sesuai kebutuhan industri;
i.
Meningkatnya kualitas dari lembaga kursus dan
pelatihan.
Berkaitan dengan potensi yang ingin digali dalam rangka untuk
memperkuat revitalisasi pendidikan vokasi, terdapat beberapa
permasalahan/kendala yang dihadapi, diantaranya:
a.
Terbatasnya
keterlibatan aktif dunia industri dalam pelaksanaan pendidikan vokasi (Real
Link and Match DUDI);
b.
Tingkat
pengangguran lulusan dari pendidikan vokasi masih tinggi;
c.
Kompetensi
SDM (Dosen/Guru/Instruktur) belum sesuai kebutuhan baik secara internal dalam
pendidikan vokasi maupun untuk kebutuhan industri;
d.
Kualitas
lulusan dari pendidikan vokasi masih belum memadai sehingga berdampak pada
produktivitas tenaga kerja Indonesia relatif rendah;
e.
Pengembangan
bidang keahlian pada lembaga kursus dan pelatihan belum sejalan dengan
kebutuhan industri serta belum merespon kebutuhan pasar;
Lebih lanjut bersandingnya
pengajaran di pendidikan vokasi dengan kebutuhan DUDI dilakukan melalui
penyusunan kurikulum bersama, mengajak dosen dari industri untuk mengajar di
institusi pendidikan vokasi, peningkatan kompetensi peserta didik dan
mahasiswa, pemberian beasiswa, program magang dan training, dan rekrutmen.
Terwujudnya kerja sama antara pendidikan vokasi dengan DUDI juga ditandai
dengan selarasnya pendidikan di vokasi dengan kebutuhan industri. Pertama,
yakni keselarasan kurikulum sehingga para lulusan pendidikan vokasi langsung
bisa menjadi tenaga yang terampil dan mumpuni begitu masuk ke industri. Kedua,
memberikan sertifikasi layak kerja, di mana kompetensi para lulusan telah
diakui oleh industri.
Ketiga, mengembangkan rekognisi
pembelajaran lampau (RPL) untuk memperbesar keterlibatan para pakar di industri
sebagai pengajar di institusi pendidikan vokasi. Keempat, membangun sistem
tracer study untuk mengalalisis alignment index lulusan pendidikan vokasi di
DUDI. Programprogram kemitraan dan penyelarasan tersebut menjadi strategi
bersama untuk membangun aliansi yang kokoh sehingga institusi pendidikan
vokasi, baik di SMK, perguruan tinggi vokasi, maupun lembaga kursus dan
pelatihan Bersama DUDI dapat menjadi aktor utama dalam meningkatkan daya saing
bangsa dan pertumbuhan ekonomi yang berujung pada kesejahteraan bangsa.
1. Agar
bonus demografi optimal perlu sinkronisasi dan sinergi kelembagaan yang terkait
dan pemangku kepentingan ke empat strategi dimaksud.
2. Kunci penggerak perekonomian adalah pada
tenaga kerja yang perlu diprioritaskan guna meningkatkan produktivitasnya.
3. Bonus demografi merupakan kesempatan dan
tantangan yang perlu dikelola dengan baik agar tidak jadi musibah.
Revitalisasi SMK dipayungi dengan Instruksi
Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2016 tentang Revitalisasi SMK. Hadirnya Inpres
tersebut sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas dan daya saing sumber daya
manusia (SDM) lulusan SMK. Inpres tersebut mengamanatkan Kemendikbud melakukan
penyelarasan kurikulum agar sesuai dengan kebutuhan dunia usaha dan dunia
industri, kerja sama dengan kementerian dan lembaga yang terkait, serta
penyesuaian standar kompetensi pendidikan vokasi dengan kebutuhan pasar kerja.
a. Industri terlibat langsung dengan pembelajran di
SMK
b.
Adanya sertifikasi kompetensi siswa yang diakui industri
c.
Adanya sertifikasi kompetensi bagi guru
d.
Kurikulum yang disusun bersama industri
e.
Perubahan mindset pengelola SMK
f.
Pendampingan pelaksanaan kurikulum dari balai besar dan perguruan tingi
Sebagai tindak lanjut Inpres Nomor 9 Tahun
2016, Kemendikbud menyusun peta jalan revitalisasi SMK. Selain itu pemenuhan
kebutuhan guru produktif dan peningkatan kompetensi guru produktif juga dijalankan.
Pemenuhan kebutuhan guru produktif dijalankan dengan program keahlian ganda.
Program keahlian ganda merupakan solusi yang paling tepat dijalankan, karena
jumlah guru produktif masih sangat kurang sementara untuk melakukan pengadaan
guru pegawai negeri sipil (PNS) tidak dapat dilakukan dengan cepat. Program
keahlian ganda dilaksanakan dengan melakukan pelatihan kepada guru-guru
normatif adaptif agar memiliki kompetensi sebagai guru produktif.
Salah
satu institusi sekolah yang mempersiapkan peserta didiknya untuk mampu terjun
langsung di dunia kerja setelah lulus adalah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).
Upaya peningkatan kualitas lulusan SMK telah dilakukan sejak berdirinya Sekolah
Pertukangan pertama di Indonesia pada tahun 1853 yang berlokasi di Surabaya.
Sekolah kejuruan di Indonesia telah berusia satu setengah abad hingga sekarang
apabila sekolah tersebut dijadikan patokan. SMK dipersiapkan untuk mencetak
tenaga terampil yang siap bekerja dengan berbagai kompetensi dan mampu
mengikuti perkembangan IPTEK. Hal tersebut sesuai dengan penjelasan Pasal 15
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Tahun 2003 yang menyebutkan bahwa SMK
merupakan pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik terutama untuk
bekerja dalam bidang tertentu. Pendidikan kejuruan mempunyai tujuan umum untuk
meningkatkan keimanan dan ketakwaan peserta didik kepada Tuhan Yang Maha Esa
dan mengembangkan potensi peserta didikagar memiliki akhlak mulia, pengetahuan
dan wawasan kebangsaan yang luhur; serta mempunyai tujuan khusus yaitu
menyiapkan peserta didik dengan pengetahuan, kompetensi, teknologi dan seni
agar menjadi manusia produktif, maupun bekerja mandiri, mengisi lowongan
pekerjaan yang ada di dunia usaha dan industri sebagai tenaga kerja tingkat
menengah sesuai dengan kompetensi.
Kemendikbud juga memfasilitasi
kerja sama SMK dengan DUDI. Kerja sama tersebut akan menguntungkan kedua belah
pihak, terutama lulusan SMK akan lebih mudah terserap oleh dunia kerja. Tahun
2016, sebanyak 26.206 SMK bekerja sama dengan DUDI. Tahun 2017, jumlah tersebut
meningkat menjadi 34.116 SMK, tahun 2018 naik menjadi 40.052 SMK, dan tahun
2019 (per bulan Juli 2019) berjumlah 40.095 SMK. Selain itu Kemendikbud juga
memberikan bantuan untuk pengembangan teaching factory di
SMK. Teaching factory adalah suatu konsep pembelajaran di
SMK berbasis produksi barang atau jasa yang mengacu pada standard an prosedur
yang berlaku di dunia industri. Adanya teaching factory akan
membuat lulusan SMK terbiasa bekerja mengikuti prosedur baku untuk menghasilkan
barang atau jasa dengan standar yang sama dengan di dunia industri. Tahun 2016,
jumlah teaching factory yang dibangun berjumlah 73 unit.
Tahun 2017 meningkat menjadi 200 unit, tahun 2017 menjadi 228 unit, dan tahun
2019 meningkat menjadi 500 unit teaching factory.
0 $type={blogger}:
Posting Komentar
Terimakasih sudah mengunjungi