Edupreneurship merupakan
bagian dari entrepreneurship yang
unik di bidang pendidikan. Entrepreneurship adalah
usaha kreatif atau inovatif dengan melihat atau menciptakan peluang dan
merealisasikannya menjadi sesuatu yang memiliki nilai tambah (ekonomi, sosial,
dll). Entrepreneurship di
bidang sosial disebut sosiopreneurship,
di bidang edukasi disebut edupreneurship,
di internal perusahaan disebut interpreneurship,
di bidang bisnis teknologi disebut teknopreneurship (Ikhwan
Alim, 2009).
Oxford Project,
(2012) menjelaskan edupreneurship adalah sekolah-sekolah yang selalu melakukan inovasi
yang bermakna secara sistemik, perubahan transformasional, tanpa memperhatikan
sumber daya yang ada, kapasitas saat ini atau tekanan nasional dalam rangka
menciptakan kesempatan pendidikan baru dan keunggulan. Dua pengertian tersebut
mengandung makna yang berbeda. Dalam pengertian pertama, edupreneurship lebih banyak berorientasi pada profit yang banyak
memberi keuntungan finansial. Definisi kedua lebih umum yaitu semua usaha
kreatif dan inovatif sekolah yang berorientasi pada keunggulan.
Edupreneurship digerakkan oleh kepala sekolah sebagai pemimpin dan manajer di
sekolah. Pemimpin sekolah yang menjadi edupreneurs adalah
seorang yang mampu mengatur dan mengelola sebuah lembaga sekolah dengan
inisiatif, inovasi dan resiko. Untuk menjadi seorang pemimpin edupreneur maka ada beberapa
perilaku yang harus dimiliki seperti: (1) bertindak sebagai agen perubahan; (2)
memimpin tanpa pamrih; (3) membawa budaya baru yang diharapkan dengan penuh
keyakinan; (4) mendukung pengambilan risiko dan belajar terus menerus; (6)
bersedia berinvestasi dan memanfaatkan sumber daya yang ada bahkan ketika
sumber daya langka-pun pemimpin juga mau berinvestasi (Oxford Project, 2012).
Edupreneurship
merupakan terobosan perubahan dalam bidang pendidikan untuk tidak sekadar
menghasilkan lulusan dalam kuantitas besar setiap periodenya, melainkan
menghasilkan lulusan yang berkualitas, bermutu, dan punya daya saing tinggi
untuk memberikan kontribusi positif dan bermanfaat bagi banyak orang
(Assingkily & Rohman, 2019)
Pembelajaran
kewirausahaan SMK diimplementasikan dalam berbagai bentuk metode pembelajaran
berbasis produksi dan bisnis antara lain: Teaching Factory, Teaching Industry, Hotel Training, Incubator Unit, dan Business Center di sekolah. Metode pembelajaran berbasis produksi dan
bisnis dirancang dalam rangka untuk meningkatkan kualitas pembelajaran
kewirausahaan melalui wahana belajar sambil berbuat (learning by doing).
Pendidikan
Kewirausahaan adalah usaha terencana dan aplikatif untuk meningkatkan
pengetahuan, intensi/niat dan kompetensi peserta didik untuk mengembangkan
potensi dirinya dengan di wujudkan dalam prilaku kreatif, inovatif dan berani
mengelola resiko. (Ade Suyitno : 3)
“pendidikan
kewirausahaan merupakan upaya menginternalisasikan jiwa dan mental
kewirausahaan baik melalui institusi pendidikan maupun institusi lain seperti
lembaga pelatihan, training dan sebagainya”. Agus Wibowo (2011: 30)
Pendidikan kewirausahaan mampu membekali peserta didik dengan berbagai
kompetensi kewirausahaan yang nantinya akan membawa manfaat yang besar dalam
kehidupannya. Mohammad Saroni (2012: 45) mengatakan “pendidikan kewirausahaan adalah
program pendidikan yang menggarap aspek kewirausahaan sebagai bagian penting
dalam pembekalan kompetensi anak didik”.
Pendidikan kewirausahaan dirancang untuk menanamkan kompetensi,
keterampilan dan nilai-nilai yang diperlukan dalam mengenali peluang bisnis,
mengatur dan memulai usaha baru (Brown dalam Prince Famous Izedonmi dan
Chinonye Okafor, 2010). Kompetensi yang diperoleh peserta didik tidak hanya
sebatas kompetensi untuk menjual barang ataupun jasa seperti mindset sebagian
besar masyarakat yang menganggap wirausaha hanya sebatas sebagai pedagang.
Penyelenggaraan
kewirausahaan bidang pendidikan dilakukan dengan memperhatikan prinsip- prinsip
yang tidak jauh berbeda dengan prinsip penyelenggaraan unit usaha, Rusnani dan
Murdiyanto (2012) menjelaskan prinsip-prinsip penyelenggaraan unit usaha
(produksi atau jasa) sebagai berikut:
1. Diharapkan dapat meningkatkan mutu lulusan;
2. Digunakan untuk meningkatkan kompetensi profesional
guru dan siswa;
3. Dilaksanakan untuk mengoptimalkan pemanfaatan
sumber daya yang dimiliki sekolah;
4. Dikelola secara profesional menganut pada prinsip
manajemen bisnis;
5. Tidak boleh menggangu kegiatan belajar mengajar;
6. Menjadi sarana belajar dan bekerja (learning by
doing) bagi semua warga sekolah.
7. Dimanfaatkan untuk melaksanakan kegiatan belajar
mengajar di sekolah dan peningkatan kesejahteraan warga sekolah;
8. Pembagian keuntungan hasil kegiatan diatur sesuai
keputusan manajemen secara profesional;
9. Digunakan sebagai salah satu ukuran keberhasilan
sekolah dalam menjalankan fungsi menyiapkan tenaga kerja menengah.
Pengelolaan unit usaha apapun di sekolah harus dilakukan secara profesional dan
independen mengacu pada prinsip manajemen berbasis sekolah (MBS). Ada 6 prinsip
yang harus diperhatikan dalam mengelola unit usaha tersebut yaitu; (Depdiknas,
2007):
0 $type={blogger}:
Posting Komentar
Terimakasih sudah mengunjungi